fokusbengkulu,jakarta– Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menegaskan, dirinya tidak menganut hidup mewah atau hedonisme. Helikopter yang ia naiki ke Sumatera Selatan itu adalah sewaan.
“Terima kasih atas perhatiannya. Sekali lagi kami sampaikan kami tidak menganut hidup mewah dan bukan gaya hidup mewah,” ujar Firli.
Kata dia, dirinya memutuskan menyewa helikopter tersebut atas pertimbangan kecepatan tugas. Ia merogoh gajinya sebagai Ketua KPK untuk menyewa helikopter demi mendukung kelancaran dan kemudahan tugas.
“Saya sudah jelaskan kepada Ketua Dewas Pak Tumpak. Saya tidak menerima gratifikasi dan tidak menerima hadiah. Semua saya kerjakan untuk kemudahan tugas saya dan bukan untuk kemewahan. Gaji saya cukup untuk itu membayar sewa heli dan ini bukan hidup mewah, semua biaya saya bayar sendiri,” kata Firli.
Dia menuturkan, sebagai bentuk pengabdiannya kepada negara. Apa pun siap ia korbankan.
“Jangankan uang dan harta, nyawapun saya pertaruhkan untuk bangsa dan negara,” Firli menambahkan.
Lebih jauh, Firli mengatakan, ia sudah mengabdi untuk bangsa dan negara Indonesia selama 36 tahun. Sejak berpangkat sersan dua polisi tahun 1984. Tahun 1983 saat mengikuti pendidikan Bintara polri di Kodiklat 006 Betung Komdak Sumbagsel (sekarang SPN Betung Polda Sumsel).
Oleh karena itu, dia tidak mungkin menodai pengabdian tersebut dengan melanggar etik di lembaga antirasuah yang ia pimpin sekarang.
“Saya sudah ikrarkan jiwa ragaku untuk rakyat, bangsa dan negaraku indonesia. My country have given everything to me, so it is time for me to pay back to my state, my people and my lovely country NKRI,” pungkas Jenderal Polisi Berbintang Tiga ini.
Bukan Hedonisme
Penggunaan helikopter yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri justru merupakan bagian dari komitmen untuk bisa bekerja secara efektif dan efisien. Bukan bagian dari gaya hidup hedon.
Praktisi Hukum Ali Lubis menilai, dugaan pelanggaran kode etik yang diduga dilakukan Firli Bahuri perlu dicermati secara bijak dan perlu menghormati proses yang sedang berjalan.
Pemeriksaan kode etik didasarkan pada Perdewas 1/2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku KPK, di mana poin 1 nomor 27 tentang Integritas berbunyi “tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama insan komisi”.
Dalam kasus ini, Ali Lubis menjelaskan bahwa Wakil Ketua KPK Alex Marwata telah memberi penjelasan mengenai alasan Firli Bahuri bepergian naik helikopter. Disebutkan, bahwa Firli Bahuri mengambil cuti 1 hari untuk keperluan pulang kampung.
“Artinya tidak boleh kembali dari cuti melebihi waktu 1×24 jam. Penggunaan helikopter merupakan bagian dari komitmen ketua KPK dalam rangka menghemat waktu agar efisien di dalam perjalanan,” katanya.
Ali Lubis mengatakan, agenda yang dihadiri Firli Bahuri dalam sehari itu terlampau padat. Salah satunya adalah berziarah ke makam orang tua. Sehingga butuh kendaraan yang ekstra cepat agar bisa menjamah semua agenda.
“Selain efiensi waktu perjalanan, penggunaan helikopter merupakan bentuk proteksi diri atau pengamanan. Karena sebagai ketua KPK tentunya keselamatan dan keamanan Firli Bahuri harus dijaga,” sambung Ali Lubis.
Dia lantas mengingatkan bahwa pada tahun 2019 lalu, salah satu Wakil Ketua KPK Laode Syarif pernah mengalami teror berupa pelemparan bom molotov ke rumahnya.
Berkaca dari hal tersebut, maka penggunaan helikopter dalam melakukan perjalanan Ketua KPK tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk gaya hidup hedonisme.
“Artinya, laporan dugaan pelanggaran kode etik melakukan gaya hidup mewah kepada Firli Bahuri kurang tepat, karena menggunakan helikopter bukan merupakan bentuk gaya hidup seperti makan di tempat mewah dan liburan ke luar negeri,” pungkasnya. (rls/JMSI)