Home / Daerah / Kota Bengkulu / Industri Pilkada

Industri Pilkada

Jumat, 4 Sep 2020 04:40 WIB
Editor : Emzon Nurdin

Oleh : Zacky Antony 

Hari Ini, 4-6 September 2020, produk pabrik politik resmi didaftarkan ke KPU. Produk itu bernama pasangan calon. Pabriknya bernama parpol. Pasarnya adalah calon pemilih. Marketing produk pabrik parpol itu akan dilaksanakan serentak di 270 daerah. Tersebar di 9 provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.

Sebenarnya hanya 269 daerah, namun ada tambahan satu daerah yaitu Kota Makassar yang terpaksa diulang karena Pilkada 2018 dimenangi kotak kosong alias tanpa pemenang. 

Memilih pemimpin sejatinya bicara soal kapasitas, integritas dan rasionalitas. Kapasitas menyangkut ketokohan, kecerdasan serta kemampuan managerial.

Integritas meliputi aspek-aspek non fisik seperti kejujuran, amanah, kepedulian, orientasi serta trackrecord. Rasionalitas menyangkut penggunaan rasio akal pikiran dalam proses tersebut. 

Tapi itu teori. Prakteknya sekarang, pemilihan pemimpin adalah bicara soal modal (kapital). Soal kapasitas dan integritas, melorot menjadi pertimbangan berikutnya.

Yang utama adalah kapital. Bila syarat kapital memenuhi, baru pertimbangan lainnya menyusul. Betul apa yang pernah diungkapkan Gus Dur bahwa *politik itu bukan urusan logis, tapi logistik.*

Suka atau tidak, di era Pilkada langsung, pemilihan gubernur, bupati dan walikota, peran modal sangat menentukan. Sistem politik yang kapitalistik ini menjadikan Pilkada mirip sebuah industri.

Proses di tingkat pabrik (parpol) dan marketing di pasar calon pemilih, sama-sama berbiaya tinggi.

Untuk lolos di tingkat pabrik hingga menjadi produk siap dipasarkan, butuh kapital miliaran rupiah. Tergantung jumlah kursi parpol yang menjadi pabrik.

Selepas dari pabrik, produk calon pemimpin dilepas ke pasar. Calon pemilih akan menentukan pilihan produk yang disukai.

Dalam proses ini, modal kembali memegang peran menentukan. Biayanya bisa lebih tinggi dari ongkos di tingkat pabrik.

Mulai biaya sosialisasi lewat baliho, spanduk atau publikasi media. Biaya saksi di tingkat TPS. Operasional tim di lapangan.

Itupun belum menjamin produk pabrik tadi terpilih. Sebab, dalam industri politik tidak ada rasionalitas. Sampai di sini, lagi-lagi modal memegang peran kunci. Bukan visi misi.

Perputaran uang selama Pilkada cukup tinggi. Selain biaya yang harus dikeluarkan para calon, penyelenggaraan Pilkada itu sendiri juga berbiaya tinggi.

Pemerintah dan kontestan sebetulnya sama-sama terkuras. Sumber uang pemerintah untuk membiayai Pilkada ya APBD.

Sumbernya dari mana, ya uang rakyat. Jadi hakekatnya, rakyatlah yang membiayai ongkos mahal demokrasi. Kalau sampai terpilih pemimpin yang salah, rakyat rugi dua kali.

Pilkada langsung memang high cost. Pilgub Bengkulu 2020, misalnya, menyedot dana hingga Rp 155 miliar.

Belum ditambah biaya Pilbup di delapan kabupaten. Di daerah lain yang berpenduduk lebih banyak, ongkos pilkada lebih besar lagi.

Bisa di atas Rp 1 triliun seperti Jawa Barat atau Jawa Timur. Semakin besar jumlah penduduk, semakin besar pula biaya penyelenggaraan Pilkada. 

Disadari atau tidak, demokrasi langsung yang berbiaya tinggi telah mengubah sistem politik menjadi kapitalistik. Kontestasi politik menjelma menjadi industri, di mana modal memegang peranan kunci.

Itu berlaku pada hajatan demokrasi di setiap tingkatan, mulai dari Pilpres, Pemilu Legislatif, Pilkada, hingga Pilkades dan BPD. 

Sistem politik kapitalistik ini tidak berakar pada budaya bangsa kita yang lebih mengedepankan musyawarah.

Sila keempat Pancasila; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Rakyat berdaulat, tapi kedaulatan itu dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan.

Bukan dipimpin oleh modal atau uang. Yang terjadi sekarang, kerakyatan itu dipimpin oleh permodalan.

Bangsa ini sudah jauh terperosok ke jurang kapitalisme. Baik sistem ekonomi maupun system politik.

Di bidang ekonomi, SDA kita dikuasai asing. bahkan sekarang bukan hanya pemilik modal asing yang masuk, tapi juga disertai tenaga kerjanya.

Kalau sistem politik kapitalistik ini tidak berubah, maka bisa menjadi pintu bagi pihak asing menguasai politik di berbagai daerah tanah air. Bukan lewat calon orang asing, tapi lewat gelontoran modal (kapital) yang sangat besar. 

Katakanlah biaya untuk memenangkan Pilkada di satu daerah Rp 30 miliar – Rp 50 miliar. Menggelontorkan dana sebesar itu untuk menguasai suatu daerah termasuk SDA nya, sangat mungkin dilakukan oleh pemodal asing ataupun pemodal bukan asing.

Empat kali amandemen UUD 1945 memberi kontribusi besar munculnya system politik yang kapitalistik ini. UUD 1945 sebetulnya mengatur pemilihan langsung hanya untuk pemilihan presiden.

Pasal 6A ayat (1) *Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung oleh rakyat*.

Bagaimana dengan pemilihan gubernur, bupati dan walikota? Berbeda dengan pemilihan presiden, UUD 1945 tidak mengatur harus dilaksanakan secara langsung.

Pasal 18 ayat (4) mengatur, *“Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, dipilih secara demokratis.”* Kata demokratis tidak bermakna wajib pemilihan langsung.  

Apakah bangsa ini akan berjalan terus dengan system politik yang kapitalistik ini? Wallahualam. Karena selain ada yang menentang, ada pula yang menikmati dan ingin mempertahankan sistem politik kapitalistik ini. 

Penulis adalah Ketua PWI Provinsi Bengkulu

Baja Juga

News Feed

SOTK Baru, Direktur RSUD Lebong Pimpin Rapat Perdana

Kamis, 28 Mar 2024 06:00 WIB

fokusbengkulu,lebong – Pelaksana Tugas (Plt) Direktur RSUD Lebong Rachman SKM MSi memimpin rapat perdana bersama jajarannya yang mengisi Susunan...

Safari Ramadan, Bupati Salurkan Bantuan Pembangunan Masjid Tertua di Lebong

Selasa, 26 Mar 2024 11:17 WIB

fokusbengkulu,lebong – Bupati Lebong Kopli Ansori SSos didampingi Sekretaris Daerah (Sekda) H Mustarani Abidin SH MSi kembali melanjutkan agenda...

Usai Mutasi, Pejabat Pemkab Lebong Tandatangani Perjanjian Kinerja di Hadapan Bupati

Senin, 25 Mar 2024 08:19 WIB

fokusbengkulu,lebong – Usai mutasi besar-besaran beberapa waktu lalu yang berlangsung dalam tiga jilid, Bupati Lebong Kopli Ansori SSos meminta...

Mutasi Jilid III, Bupati Kopli Lantik 38 Pejabat Administrasi

Jumat, 22 Mar 2024 11:55 WIB

fokusbengkulu,lebong – Bupati Lebong Kopli Ansori SSos kembali menggelar mutasi untuk yang ketiga kalinya (Jilid III) sepanjang bulan Maret Tahun...

Bupati Kopli Ansori Ganti Enam Pjs Kades

Kamis, 21 Mar 2024 09:43 WIB

fokusbengkulu,lebong – Bupati Lebong Kopli Ansori SSos memutuskan mengganti enam Penjabat Sementara (Pjs) Kades di Kabupaten Lebong. Ini...

Gubernur Gelar Safari Ramadan di Lebong, Bupati Kopli : Momentum Pererat Silaturahmi

Rabu, 20 Mar 2024 11:56 WIB

fokusbengkulu,lebong – Gubernur Bengkulu Dr H Rohidin Mersyah MA menggelar Safari Ramadan 1445 H Tahun 2024 di Masjid Al-Falah Desa Lokasari...

Pemkab Lebong Gelar Safari Ramadan di 22 Masjid, Berikut Lokasinya

Senin, 18 Mar 2024 07:52 WIB

fokusbengkulu,lebong - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebong bakal menggelar Safari Ramadan 1445 H di 22 masjid yang tersebar di beberapa kecamatan....

ASN yang Pernah Jadi Jurnalis Ini Kembali Dipercaya Pimpin Diskominfo Lebong

Sabtu, 16 Mar 2024 01:17 WIB

fokusbengkulu,lebong – Bupati Lebong Kopli Ansori SSos kembali mempercayakan Danial Paripurna SE untuk menduduki jabatan Sekretaris Dinas...

Bupati Kopli Ansori Rombak Pejabat Eselon II, III dan IV, Ini Daftar Lengkapnya

Kamis, 7 Mar 2024 05:17 WIB

fokusbengkulu,lebong – Mutasi besar-besaran kembali digelar oleh Bupati Lebong Kopli Ansori di triwulan pertama Tahun 2024. Pelantikan dan...

Bupati Kopli Ansori Sambut Kunjungan Kerja Kajati di Lebong

Selasa, 5 Mar 2024 07:39 WIB

fokusbengkulu,lebong – Bupati Lebong Kopli Ansori ikut menyambut kunjungan kerja (Kunker) Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Bengkulu Rina Virawati...